You are here: Home > Knowledge Management Case > Bumbu dan Aroma TI di Resto Papan Atas

Bumbu dan Aroma TI di Resto Papan Atas

Anda bisa membayangkan bagaimana repotnya mengelola restoran di lingkungan Hailai International Executive Club — salah satu ikon tempat hiburan di Jakarta yang populer sejak 1970-an. Resto itu harus melayani arena kongko, pelesir dan makan-makan di tiga lantai, yang meliputi Seafood Restaurant, Karaoke, Bar & Pub, Dinner Theatre, Balcony, VIP Members, dan sebagainya. Hampir setiap hari, ratusan bahkan ribuan pengunjung mendatangi pusat hiburan ini — dan tentu saja butuh makan dan minum. Tak aneh, jumlah pelayan dan kokinya mencapai 500-an, dilengkapi dua dapur besar.

Apalagi, cukup banyak pelanggannya — sebagian besar dari kalangan etnis Tionghoa — bertipikal tidak sabaran ingin cepat dilayani dan minta perhatian spesial. Tak heran, menu yang diminta sering “aneh-aneh”.  Misalnya, ada yang minta menu hidangan tertentu dengan  merica atau garamnya lebih banyak sedikit, atau sebaliknya sedikit dikurangi dari ukuran standar. Atau, nasi goreng dengan cabai agak lebih banyak (pedas). Begitu juga, permintaan minumannya. Dengan mengakomodasi dan mengantisipasi permintaan semacam itu, setelah dihitung-hitung, tak kurang dari 5 ribu menu makanan-minuman yang harus dilayani Hailai. Lagi pula, hidangan yang diminta, biasanya harus tersaji dalam 10-15 menit. Padahal, koki ahlinya didatangkan dari Hong Kong dan umumnya hanya bisa bahasa Mandarin.

Dengan cara biasa-biasa saja, tak mungkinlah bisnis resto semacam itu bisa dijalankan dengan sukses. Toh, selama ini Hailai mulus-mulus saja mengelola resto kelas atasnya itu.SWA yang sempat mengamati langsung situasi pelayanan resto ini, melihat tak ada pemandangan pelayan yang mondar-mandir ke dapur dan ke tempat para tamu. Semua order makanan/minuman, berapa pun banyaknya, setelah dicatat di kertas kecil, cukup diketikkan dari komputer mini yang terhubung ke dapur secara online. Betul, hanya dalam 10-15 menit, hidangan yang dipesan sudah tersaji di meja. Tentunya, semua itu berkat bantuan teknologi informasi (TI) yang diimplementasi Hailai guna mengelola restonya.

Sebenarnya, pemanfaatan TI di lingkungan Hailai bukan hal baru. Jauh sebelum orang-orang di Tanah Air  ramai membicarakan pemanfaatan TI guna mendukung operasional usaha, Hailai justru telah memanfaatkan sistem aplikasi Gourmate –nama aplikasi resto yang dipakainya itu — sejak 1993.

Memang, jauh sebelumnya, Hailai cuma menggunakan perangkat semacam cash register. Sayang, fasilitas ini punya banyak keterbatasan dan tidak mampu menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yang terus berkembang. Antara lain, sering sistem pelaporan yang dibuat sangat terlambat, banyak proses yang terpaksa dijalankan secara manual, termasuk menyampaikan order dari tamu ke koki di dapur.

Karena  kelemahan itu, manajemen Hailai memutuskan mencari pengganti sistem lama dengan sistem baru yang lebih powerful, terintegrasi, dapat mengikuti perkembangan kebutuhan perusahaan, dan yang tak kalah penting, dapat membuat pelaporan lebih cepat dibanding sebelumnya.

Keinginan itu lantas ditindaklanjuti dengan pencarian (window shopping) di awal 1993. Hendro Sumampau, salah seorang pemilik Hailai menyurvei ke berbagai hotel dan resto di Hong Kong dan Singapura. Tujuannya, menjajaki sekaligus sekaligus melihat lebih dekat solusi yang dipakai resto-resto besar di kedua negara itu. Setelah sekitar setahun mencari, ditemukanlah sistem aplikasi yang dinilai cocok: Gourmate –solusi yang khusus dipakai di industri resto. Sistem ini dikembangkan Infrasys, software house yang bermarkas di Hong Kong.

Menurut Yusuf Budianto, Manajer TI Hailai, pemilihan itu murni berdasarkan kemampuan solusi tersebut mengintegrasikan berbagai bagian di lingkungan perusahaan: juru masak (koki) di dapur, pelayan di bar, resto, theatre dan sebagainya. Pendeknya, masing-masing pelayanan di beberapa ruang tadi terhubung manakala berlangsung operasional sehari-hari.  Gambaran seperti itu, kata Yusuf, sangat jauh dibanding pola lama. Dulu, banyak pelayanan yang dilakukan  secara manual. Semua pelayan — yang jumlahnya amat banyak — harus bolak-balik ke dapur dan kasir sekadar mengantarkan order menu dari pengunjung.

Di samping itu, Yusuf menambahkan, solusi Gourmate dianggap cukup andal dan sudah terbukti manfaatnya di beberapa resto di luar negeri. “Aplikasinya pun cukup stabil, terlebih operating system yang dipakainya Linux,” katanya. Menurutnya, ini berbeda dari Windows yang dinilainya kurang stabil, dan sering kali versi terbarunya keluar padahal kenyataannya belum terlalu stabil. Ditambahkan Yusuf, dari sisi sistem database-nya juga cukup simpel. Lantaran menggunakan sistem open database, hingga mempermudah orang TI mengonversi data penjualan ke sistem aplikasi back office.

Proses implementasi sistem Gourmet ini dijalankan sejak pertengahan 1993. Menurut Yusuf, praktis tak ada kendala berarti. Beberapa proses persiapannya meliputi: pengumpulan data seluruh menu (sekitar 5 ribu item), data seluruh  pegawai (1.100 orang), pengadaan  jaringan kabel, 60 terminal khusus (berbentuk PC mini), 60 printer dan satu mesin server.  Semua data-data yang terkumpul tadi lantas dimasukkan (adjustment)  ke sistem Gourmate secara manual, satu per satu. “Prosesnya hanya memakan waktu tiga bulan,” ujar Julkarnain Samosir, Manajer Pemasaran Kreasi Sistem Utama (KSU) — perwakilan Infrasys di Indonesia. Pada saat implementasi berlangsung, sedikitnya 6 orang yang terlibat: tiga staf EDP Hailai dan tiga dari KSU.

Setelah beberapa tahun sistem Gourmate dipakai, memasuki tahun 2000, sehubungan dengan masalah Y2K, sistem  ini di-upgrade ulang. Alasannya, kekhawatiran ancaman Y2K, software-nya dianggap sudah terlalu lama. Kendati di-upgrade ke versi yang lebih baru, menurut Julkarnain, sisi fungsinya hampir tak berbeda dari versi sebelumnya.

Menyinggung soal keamanan (security), Julkarnain menjamin  solusinya tersebut tidak pernah mengalami gangguan. Juga, kecil kemungkinan para pengguna memanipulasi data. “Peran sekuriti ini sangat penting bagi perusahaan resto,” katanya. Maklum, andai saja software-nya tidak bagus (stabil), sudah tentu para pegawai dapat memanipulasi data pembelian dan order. “Katakanlah sebenarnya pembayaran sudah dilakukan, tapi bisa saja pelayan beralasan sebaliknya,” Yusuf menambahkan.

Menurut Yusuf,  jika saja software Gourmate tidak stabil, bisa saja mengalami crashmanakala ramai pengunjung. Kalau ini terjadi, kerugian besar bakal dialami Hailai. “Mungkin hanya dalam hitungan menit, perusahaan bisa merugi jutaan rupiah,” tambahnya. Apalagi, seperti sudah disinggung, cukup banyak pelanggan yang punya sifat tidak sabaran untuk dilayani.

Julkarnain menyebutkan sistem aplikasi itu bisa dijalankan oleh resto yang operasional 24 jam. Yang jelas, beberapa resto dan hotel besar di mancanegara sudah memakainya, antara lain: Hotel Inter-Continental (Hong Kong), Shangri-La dan Empire (Brunei Darussalam), JW Marriot (Singapura) dan Crystal Jade Palace.

Keunikan Gourmate, kata Julkarnain, karena mengakomodasi karakter dalam bahasa Cina/Mandarin. “Ini relevan dengan Hailai,” ujarnya. Kelebihan lainnya, sistem ini bisa  mendeteksi order-order mana yang harus didahulukan. Maklum, setiap order yang masuk mencantumkan jam, tanggal, nomor urut dan nomor meja. Soal kapasitas order, sangat tidak terbatas (unlimited). Makanya, tidak heran bila dalam satu malam, khususnya di lantai dua — paling banyak fasilitasnya –  order yang masuk bisa mencapai 4-5 ribu. Selain itu, permintaan menu yang macam-macam pun bisa dilayani, karena aplikasi Gourmet dilengkapi fiturmodifier.

Saat masih menggunakan metode manual yang dibantu cash register, proses pemesanan makanan demikian njlimet. Saat tamu memesan makanan, seperti biasa dicatat oleh pelayan. Proses selanjutnya, pelayan membawa catatan pesanan ke kasir dan ke dapur. Proses ini saja memakan waktu 5 menit karena jarak resto ke dapur cukup jauh. Repotnya lagi, lantaran para kokinya orang Hong Kong, harus diterjemahkan dulu, baru kemudian diberikan ke dapur – yang ini juga memakan waktu 5 menit. Hal serupa terjadi saat tamu meminta bon tagihan (bill). Pelayan lebih dulu menghampiri kasir, dihitung secara manual, lalu diberikan kepada tamu. “Jadi, bila dihitung-hitung, untuk satu pesanan saja membutuhkan waktu 20-30 menit. Bagaimana bila tamu yang memesan banyak?” ujar Yusuf.

Sekarang, berbagai inefisiensi tersebut bisa dihilangkan. Memang praktiknya, proses pemesanan makanan atau minuman berlaku seperti biasa. Pelayan menghampiri tamu yang memesan, selanjutnya mencatat pesanan di atas kertas kecil.  Yang berbeda, pelayan tidak lagi menuju ke dapur, melainkan langsung mengetikkan pesanan tamu di komputer mini terdekat. Secara otomatis, data ini terkirim ke dapur dan kasir. Hubungan itu terjadi lantaran difasilitasi jaringan Local Area Network. Sehingga, begitu order ditulis, langsung diterima di dapur. Tidak sampai 20 menit, makanan yang dipesan pun diantarkan oleh staf dapur. Dan ketika tamu meminta bill, pelayan bisa langsung mencetak di mesin printer, yang bersebelahan dengan komputer mini tadi.  Setelah tercetak, biasanya langsung dibawa ke kasir untuk distempel, lalu diberikan kepada tamu.

Efisiensi lainnya, komunikasi antarbagian bisa dilakukan secara online, karena sudah terintegrasi lewat jaringan LAN.  Semua jenis makanan dan minuman juga bisa terpantau penjualan hariannya. Di samping itu, sistem ini sangat membantu manajemen perusahaan. Pasalnya, manajemen dapat mengetahui langsung jumlah pengunjung resto secara online. Caranya, cukup dengan men-dial-up ke server melalui nomor telepon perusahaan.

Membandingkan dengan sewaktu masih memanfaatkan cash register, kerepotan yang paling utama terjadi di back office. Setiap hari, data penjualan harus selalu dikonsolidasi ke jurnal yang menggunakan aplikasi Excel. “Proses ini terus terjadi setiap hari,” ujar Yusuf. Repotnya lagi, bila  terjadi perubahan data, karena semua data yang sudah di-input harus diubah lagi. Lalu, back office yang tidak didukung sistem yang terkomputerisasi, pelaporan sering terlambat hingga dua bulan. Sudah begitu, kerap pula data yang disampaikan ke manajemen belum sempurna. Alhasil, proses kontrol –- termasuk jumlah order yang masuk — sulit dilakukan.

Sekarang, mereka yang setiap hari harus menggunakan sistem ini adalah pelayan, kapten, penyelia dan koki. Masing-masing pelayan yang mengorder melalui fasilitas komputer dibekali semacam kartu identitas, berbentuk ATM. Tiap kali ada order yang dimasukkan, mereka mesti lebih dulu menggesekan kartunya ke card reader. “Cara seperti itu sengaja diterapkan untuk mengetahui nama dan nomor pelayan yang mengorder saat itu,” Julkarnain menerangkan.

Hampir semua fasilitas yang ada di Hailai difasilitasi sistem Gourmate: resto seafood(Chinese), karaoke, pub, diskotek, kolam renang, ruang kebugaran, Jocky Lounge, teater, spa, dan sebagainya. Berbagai fasilitas  itu bertempat di lantai satu, dua dan tiga.

Untuk melayaninya, Hailai didukung dua dapur besar di lantai satu dan dua. Lantai satu difungsikan untuk melayani pesanan makanan di lantai satu, yang meliputi 9 ruang VIP, 1royal suite, ruang karaoke, Jocky Lounge dan fitness center. Adapun dapur di lantai dua, khusus  melayani lantai 2 dan 3. Lantai dua mencakup: Dinner Theatre (berkapasitas 200 kursi), karaoke dan diskotek. Lantai tiga meliputi: VIP Members (8 ruangan), balkon (6 ruangan) dan karaoke (15 ruangan).

Sayang, baik Yusuf maupun Julkarnain tidak mau menyebut angka pasti berapa total dana yang ditanamkan Hailai untuk bisa menikmati sistem ini. Julkarnain hanya memberi gambaran, biaya investasi sangat tergantung dari jumlah terminal (PC mini) yang diperlukan. Maklum, PC yang dipakai di sini berbeda dari PC umumnya. Katakanlah, jika  PC biasa bisa dibeli seharga US$ 500/unit, PC khusus aplikasi Gourmate US$ 800/unit. Hailai memiliki sekitar 60 terminal mini. Adapun server yang dipakai rakitan, dan harga software-nya pun tergantung pada jumlah terminal (user license) yang dipakai.  Tentu, ada biaya pelatihan dan pemeliharaan/servis. Urusan pemeliharaan dan servis juga ditangani KSU, dengan pola kontrak servis yang diperbarui setiap tahun.

Sumber : http://swa.co.id/2003/06/bumbu-dan-aroma-ti-di-resto-papan-atas/

Pembahasan :

PT Hailai berlokasi di sekitar Ancol, Jakarta, adalah merupakan suatu resto papan atas yang memiliki jumlah pelanggan bukan puluhan, melainkan ratusan pelanggan dalam suatu saat yang sama. Sebuah resto yang memiliki omset penjualan seperti ini tentunya dituntut untuk dapat melakukan pelayanan dengan cepat dan tepat, minim kesalahan, dan informasi dapat terhubung dengan cepat. dengan bantuan TI, sebuah aplikasi atau software yang bernama Gourmate untuk resto, PT. Hailai Indonesia telah berhasil dalam menjalankan bisnisnya selama ini. didukung dengan adanya Konsep Knowledge Management yang baik, PT Hailai Indonesia berhasil mempertahankan kualitas pelayanannya yang baik dan professional di bidangnya. makanan juga disajikan dalam kondisi fresh, tentunya tidakk lepas dari adanya panduan knowledge agar situasi dan kondisi ini dapat tercapai sesuai dengan goal yang dimiliki oleh PT Hailai sendiri dalam menjalankan Core Business nya sehari – hari.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

2 Responses to “Bumbu dan Aroma TI di Resto Papan Atas”

  1. Now that’s what exactly I was looking for. If it is really working then you need applause. I’ll try running it and give you feedback.

  2. Hey how are you doing? I just wanted to stop by and say that it’s been a pleasure reading your blog. I have bookmarked your website so that I can come back & read more in the future as well. plz do keep up the quality writing

Leave a Reply